SUARATEBO.NET - Pasca insiden kebakaran 5 unit alat berat milik PT Lestari Asri Jaya (LAJ), yang dilakukan sejumlah petani yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) di Desa Napal Putih Kec. Sumay, Kab. Tebo. Terkait insiden tersebut petinggi PT LAJ angkat bicara.
Pihaknya sangat menyayangkan atas tindakan anarkis berupa perusakan dan pembakaran oleh sekelompok oknum masyarakat serta melakukan penyenderaan terhadap petugas operator alat berat yang berada area konsesi HTI Perusahaan.
"Kami menyadari bahwa tantangan pembangunan HTI di area konsesi adalah masifnya perambahan atau pendudukan lahan tanpa izin. Dan kami (LAJ) berkomitmen melakukan penyelesaian konflik melalui dialog dan menolak segala bentuk kekerasan penyelesaian konflik dengan pihak manapun," kata Widi saat jumpa pers, selasa (21/05/2019) malam.
Dirinya juga mengaku bahwa perusakan terhadap alat berat dan penyanderaan terhadap petugas perusahaan tersebut, merupakan rangkaian dari peristiwa yang terjadi sebelumnya pada tanggal 11 Mei 2019. Dimana terjadi kesalahpahaman antar penggarap lahan tanpa izin di area tersebut ketika petugas LAJ akan melakukan kegiatan persiapan lahan (Land Preparation) dan kemudian adanya sekelompok oknum masyarakat melakukan penghadangan dan penahanan alat berat pada tanggal 12 Mei 2019.
"Kami juga mengaku bahwa standar SOP perusahaan, LAJ sudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat yang dihadiri pemerintah terkait dalam hal kegiatan persiapan lahan dilokasi tersebut," jelasnya.
Selanjutnya musyawarah dan pembuatan kesepakatan dilakukan oleh perusahaan dan penggarap yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam Nota Kesepahaman yang juga ditandatangani oleh pihak berwenang terkait.
"Upaya mediasi yang telah dilakukan pada tanggal 13 Mei 2019, dilakukan pertemuan antara perusahaan dan pihak kelompok masyarakat difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Tebo dan Wakapolres Kabupaten Tebo. Pertemuan berjalan baik meskipun belum mencapai kesepakatan final," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur PT LAJ, Meizani menceritakan bahwa beberapa tindak lanjut setelah pertemuan tersebut antara lain adalah perusahaan menghentikan sementara kegiatan persiapan lahan di area tersebut dan alat berat dilepaskan oleh kelompok oknum masyarakat yang melakukan penahanan/ atau penyanderaan alat berat di lokasi untuk kemudian dipindahkan ke lokasi lain, dimana pihak berwenang terkait juga meminta agar semua pihak dapat menahan diri dan tetap mematuhi hukum yang berlaku.
Pada keesokan harinya tanggal 14 Mei 2019 alat berat yang tengah melintas untuk berpindah ke lokasi lain dihadang dan dirusak oleh sekelompok oknum masyarakat. Meskipun petugas perusahaan sudah berupaya menjelaskan namun aksi provokasi oleh sekelompok oknum masyarakat serta perusakan atau pembakaran terhadap alat berat tetap terjadi dan berujung pada penyanderaan terhadap satu orang petugas perusahaan dan dua orang operator alat berat di lokasi, Kejadian ini segera ditangani oleh pihak yang berwajib pada hari yang sama dan ketiga orang yang sempat disandera tersebut berhasil dilepaskan.
“Kami sepenuhnya mendukung upaya penyelidikan lebih lanjut dan penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku serta mendukung upaya-upaya penyelesaiankonflik secara komprehensif dan transparan,” kata Direktur PT LAJ, Meizani.
Atas kejadian ini, kata dia, PT LAJ sedang melakukan penelusuran internal untuk memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku, standar operasional perusahaan (SOP) dan mengedepankan dialog yang terbuka dengan masyarakat.
Tim Resolusi Konflik (TRK) Dalam rangka penyelesaian konflik yang transparan dan independen, LAJ mengusulkan agar permasalahan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh TRK PT LAJ pada tahun 2018.
“TRK dibentuk oleh pemerintah untuk menfasilitasi upaya penanganan konflik di wilayah LAJ sesuai studi Pemetaan Potensi Konflik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 5 tahun 2016,”kata dia.
TRK diharapkan beranggotakan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten lintas sektoral, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga ahli dan perwakilan LAJ untuk mencapai solusi terbaik dalam penyelesaian konflik secara bertanggung jawab, independen dan obyektif dengan menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tim ini diketuai oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan terdiri dari tiga kelompok kerja (POKJA) yakni, pokja sosialiasi dan inventarisasi, pokja mediasi dan pokja Suku Anak Dalam (Orang Rimba). (ST,END)